Thursday, 20 June 2013

Analisis Bahan Pencemar Lingkungan

A. Biological Oxigen Demand ( BOD )
Biological Oxigen Demand ( BOD ) atau kebutuhan oksigen biologis merupakan suatu analisis
empiris yang mencoba mendekati secara global mendekati proses-proses mikrobiologis dalam air.
Pemeriksaan BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air dan
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Jadi nilai BOD tidak menunjukan
jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tertinggi
yang ditunjukan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan
bahan buangan yang dibutuhkan oksigen tinggi.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu
untuk mengoksidasi bahan organik, sintesa sel, dan oksidasi sel. Komponen organik yang
mengandung senyawa nitrogen dapat pula di oksidasi menjadi nitrat, sedangkan komponen organik
yang mengandung sulfur dapat di oksidasi menjadi sulfat. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan
mengoksidasikan air pada suhu 200C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukan jumlah
oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut
sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari dengan suhu 200C ini hanya menghitung
sebanyak 68% bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut
merupakan standar uji karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna
diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari sehingga dianggap tidak efisien.
Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang memiliki nilai BOD 3
ppm masih di anggap cukup murni, tetapi kemurnia air diragunakn jika nilai BOD-nya mencapai 5
ppm atau lebih. Bahan buangan industri pengolahan pangan seperti industri pengalengan, industri
susu, industri gula dan sebagainya memiliki nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai 100 ppm sampai
10.000 ppm, oleh karena itu harus mengalami penanganan atau pengeceran yang tinggi sekali pada
saat pembuangan ke badan air disekitarnya seperti, sungai ataupun ke laut, yaitu untuk mencegah
terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut dengan cepat di dalam badan air tempat
pembungan bahan-bahan tersebut. Masalah yang timbul adalah apabila konsentrasi oksigen terlarut
badan air tersebut sebelumnya sudah terlalu rendah.
Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan
tanaman air. Hal ini disebabkan karena mahluk-mahluk hidup tersebut banyak yang mati atau
melakukan migrasi ke tempat lainnya yang konsentrasi oksigennya masih cukup tinggi. Jika
konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup
dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerobik akan menjadi aktif
untuk memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak adanya oksigen.
Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anaerobik seperti amin, H2S dan komponen fosfor
mempunyai bau yang menyengat, misalnya amin berbau anyir dan H2S berbau busuk. Oleh karena
itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki.

B. Chemical Oxigen Demand ( COD )
Chemical Oxigen Demand ( COD ) merupakan jumlah milligram oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasikan zat organis yang ada dalam jumlah 1 liter sampel air dengan oksidan K2CrO7, atau
dengan kata lain untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air, yaitu dengan berdasarkan
reaksi kimia dari suatu bahan oksidan.

C. Dissolved Oxigen ( OD )
Dissolved Oxigen ( OD ) merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di
dalam air. Kehidupan mahluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk
mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Ikan
merupakan mahluk air yang memerlukan oksigen tinggi, kemudian invertebrata dan yang terkecil
kebutuhan oksigennya adalah bakteri. Biota air hangat memerlukan oksigen terlarut minimal 5 ppm,
sedangkan biota air dingin memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen
terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm.
Oksigen terlarut ( Dissolved Oxygen = OD ) dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air
dimana jumlahnya tidak tetap, tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer yang masuk
ke dalam dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam jenuh bervariasi tergantung
dari suhu dan tekanan atmosfer. Pada suhu 200C dengan tekanan 1 atmosfer konsentrasi oksigen
terlarut dalam keadaan jenuh adalah 9.2 ppm, sedangkan pada suhu 500C dengan tekanan atmosfer
yang sama tingkat kejenuhannya hanya 5.6 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah
akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati.
Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga menyebabkan pengkaratan semakin
cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam.

D.    Zat –Zat Berbahaya Menurut BOD, COD, dan DO
1. Arsen
Arsen dikenal sebagai zat zat kimia berbahaya. Keracunannya yang akut dapat berasal dari
makanan yang jumlahnya lebih dari 100 mg unsure tersebut. Sedangkan keracunan kronik melalui
makanan yang jumlah arsen sedikit dalam periode waktu yang lama. Arsen bersifat karsinogenik.
Sumber utama dari arsen adalah hasil akhir penambangan logam. Arsen yang dihasilkan sebagai
hasil ikatan dari pertambangan tembaga, emas, dan limbah terakumulasi sebagai limbah. Arsen oleh
bakteri dapat membentuk senyawa – senyawa metal yang sangat toksik.

2. Kadmium
Kadmium dalam air berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah pertambangan. Kadmium
digunakan secara luas dalam proses pelapisan logam. Sifat kimia dari kadmium sangat mirip dengan
seng, dan kedua metal tersebut sering terlibat bersama – sama dalam proses – proses geokimia.
Kedua logam tersebut terdapat dalam air dengan bilangan oksidasi 2+Pada manusia, kadmium
dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kerusakan jaringan testikuler dan
kerusakan dari sel – sel darah merah. Di Jepang terdapat penyakit yang berasal dari kadmium yaitu
penyakit “ Hai – Hai “atau aduh – aduh dari sungai Jitusu.

3. Timbal
Terdapat dalam air dengan bilangan oksidasi + II, dan dikeluarkan oleh sejumlah industri dan
pertambangan. Timbal yang berasal dari batuan kapur dan galena merupakan sumber timbale pada
perairan alami. Timbal digunakan sebagai bahan untuk solder dan untuk penyambung pipa air,
sehingga air untuk rumah tinggi kemungkinan dapat kontak dengan timbal. Daya  racun timbal yang
akut pada perairan alami menyebabkan kerusakan hebat pada ginjal, system reproduksi, hati, dan
otak, serta system syaraf sentral, dan bisa menyebabkan kematian.

4. Merkuri
Masuk melalui perairan alami secara langsung dan buangan limbah industri, juga dapat melalui air
hujan dan pencucian tanah. Penggunaan logam – logam merkuri misalnya pada peralatan vakum di
laboratorium. Selain itu sebagai elektroda dalam proses elektrolisa untuk menghasilkan gas klor.
Toksisida merkuri secara tragis terjadi di Teluk Minamata Jepang. Terjadi keracunan yang
mengakibatkan cacat tubuh dari bayi – bayi dalam kandungan, gejala – gejala ringan akibat
keracunan merkuri seperti depresi dan suka marah – marah yang merupakan sifat dari penyakit
kejiwaan.

5. Sianida
Merupakan salah satu bahan pencemar anorganik yang paling penting. Dalam air sianida terdapat
sebagai HCN, suatu asam lemak dengan pKg = 6 X 10-10. Ion sianida mempunyai afinitas kuat
terhadap banyak ion logam, misalnya membentuk ferrosianida yang relatif kurang beracun. Fe (
CN )6+ . HCH merupakan gas yang mudah menguap dan sangat beracun.
Sianida banyak digunakan dalam industri secara luas, terutama untuk pembersih logam dan
pengelasan listrik. Gas ini merupakan gas utama efluen pencemar dari dapur – dapur gas dan oven
– oven batu bara, digunakan pula dalam proses mineral – mineral tertentu, seperti dalam pencucian
bijih emas.

6. Amonia
Merupakan produk utama dari penguraian ( pembusukan ) limbah nitrogen organic yang
keberadaannya menunjukkan bahwa sudah pasti terjadi pencemaran oleh senyawa tersebut.
Amonia kadang – kadang ditambahkan ke dalam bahan air untuk minum atau sumber air dengan pE
rendah yang kemudian akan bereaksi klor untuk menyediakan sisa klor pada proses penjernihan air
minum.

7. Hidrogen Sulfida
Dihasilkan dari proses pembusukan bahan – bahan organik yang mengandung belerang oleh bakteri
anaerob, juga sebagai hasil reduksi dengan kondisi anaerob terhadap sulfat oleh mikroorganisme
dan sebagai salah satu bahan pencemar gas yang dikeluarkan dari air panas bumi. Bahan – bahan
pencemar dari industri kimia, pabrik kertas, pabrik tekstil dan penyamakan kulit dapat mengandung
H2S merupakan asam lemak dengan pKa ( 1 ) = 6,99 dan pKa ( 2 ) = 12,92.

8.  Karbondioksida Bebas
Sering kali terdapat dalam air konsentrasi tinggi sehubungan terjadinya pembusukan bahan – bahan
organik, karbondioksida digunakan untuk melunakan air, pada proses rekarbonisasi dalam
pengolahan air. Kandungannya yang cukup tinggi dalam air bersifat korosif akan membahayakan
kehidupan akuatik.

9.  Asbes
Toksisitas dari asbes yang terhirup sudah diketahui dengan baik. Setelah terpapar selama 20 atau 30
tahun akan terbentuk jaringan ikat pada paru – paru yang kemudian berkembang menjadi kanker.
Belum diketahui dengan pasti apakah asbes bersifat toksik dalam air minum.

10.  Nitrogen Oksida
Toksisitas akut sangat membahayakan kesehatan manusia. Pengaruhnya terhadap kesehatan
tergantung dari konsentrasi NO2. Untuk beberapa menit sampai satu jam, dengan konsentrasi 50
sampai 100 ppm menyebabkan inflamasi jaringan pau – paru periode 6 sampai 8 minggu. Setelah
itu subyek normal kembali. Pada konsentrasi 150 sampai 200 ppm menyebabkan Bronchiolities
Fibrosa Obliterons, dan keadaan fatal akan terjadi dalam waktu 3 sampai 5 minggu setelah
kejadian. Kematian biasanya terjadi dari 2 sampai 10 hari setelah subyek terpapar 500 ppm NO2
atau lebih.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment