BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Istilah antioksidan mungkin sudah tidak asing lagi di
telinga kita, walaupun untuk orang awam sekalipun. Untuk anda yang sering
menonton iklan di televisi (TV) ataupun membaca koran/surat kabar tentu pernah
melihat iklan komersial dari produk makanan atau minuman sampai dengan kosmetik
yang di beri embel-embel mengandung antioksidan, sebut saja salah satu produk
teh yang mengklaim produknya kaya akan polifenol sebagai antioksidan, begitupun
dengan produk kosmetik, yang dilabeli mengandung antioksidan yang dapat
mencegah kerusakan kulit dan mencegah penuaan dini.
Secara komersial dan ilmiah, hal tersebut sah-sah saja.
Karena memang antioksidan telah diketahui memberikan pengaruh positif bagi
kesehatan manusia. Terutama karena kemampuannya dalam menetralisir dampak
negatif dari radikal bebas.
Dugaan bahwa
radikal bebas tersebar di mana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti
merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor.
Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di
dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan, menyebabkan tidak
adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Langkah yang
tepat untuk menghadapi “gempuran” radikal bebas adalah dengan mengurangi
paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui aktivitas antioksidan.
Pemahaman
ilmiah tentang hubungan radikal bebas dengan antioksidan baru muncul pada tiga
hingga empat dekade terakhir ini. Hingga kini, berbagai uji kimiawi, biokimia,
klinis dan epidemiologi banyak mendukung efek protektif antioksidan terhadap
penyakit akibat stres oksidatif.
Selain jenis
antioksidan enzimatis seperti yang disebut di awal, dikenal pula jenis
antioksidan nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin, seperti
vitamin C, vitamin E serta golongan senyawa fitokimia. Suplemen vitamin banyak
beredar di pasaran dalam berbagai dosis. Namun perlu diketahui, hingga saat ini
para ahli masih sulit memastikan berapa komposisi yang seimbang antara radikal
bebas dan antioksidan di dalam tubuh.
Beberapa
antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah sifat menjadi prooksidan. Selain
itu masalah dosis bersifat normatif, tergantung dari kondisi individu itu
sendiri. Individu yang memang selalu berada dalam lingkungan yang memicu
keadaan stres oksidatif, bisa mengkonsumsi suplemen vitamin. Sementara individu
yang hidupnya relatif tenang, tidak memerlukannya, karena asupan dari makanan
sehari-hari yang berkualitas sudah mencukupi.
Untuk anda yang belum tahu radikal bebas, kami akan
menjelaskan terlebih dahulu tentang radikal bebas karena antioksidan selalu
berhubungan dengan radikal bebas.
B.
TUJUAN
-
Mahasiswa
dapat mengetahui proses terjadinya toksisitas akibat radikal bebas.
-
Mahasiswa
dapat mengetahui cara menangkal radikal bebas.
-
Mahasiswa
dapat mengetahui senyawa-senyawa yang dapat mencegah radikal bebas.
-
Mahasiswa
dapat mengetahui efek-efek negative dari radikal bebas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Radikal Bebas
Radikal bebas didefinisikan sebagai atom/molekul/senyawa
yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Karena secara
kimia, molekulnya tidak berpasangan, radikal bebas cenderung untuk bereaksi
dengan molekul sel tubuh. Kemudian menimbulkan senyawa tidak normal (radikal
bebas baru yang lebih reaktif) dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak
sel-sel penting. Beberapa komponen tubuh yang rentan terhadap serangan radikal
bebas antara lain; kerusakan DNA, membran sel, protein, lipid peroksida, proses
penuaan dan autoimun manusia. Dalam bidang medis, diketahui bahwa radikal bebas
merupakan biang keladi berbagai keadaan patologis seperti penyakit liver, jantung
koroner, kanker, diabetes, katarak, penyakit hati, dan berbagai proses penuaan
dini.
Contoh radikal bebas adalah superoksida (O2-),
hidroksil (OH-), nitroksida (NO), hidrogen peroksida (H2O2),
asam hipoklorit (HOCl), thill (RS-) dan lain-lain. Derajat kekuatan
tiap radikal bebas ini berbeda, dan senyawa paling berbahaya adalah radikal
hidroksil (OH-) karena memiliki reaktivitas paling tinggi. Radikal
bebas di atas terdapat dalam tubuh dengan berbagai cara, tetapi secara umum
timbul akibat berbagai proses biokimiawi dalam tubuh, berupa hasil samping dari
proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas,
metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan, atau ketika tubuh
terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan, asap rokok, bahan pencemar
dan radiasi matahari.
Antioksidan
Berdasarkan paparan di atas, berarti tubuh kita sangat
rentan terhadap serangan radikal bebas terutama dari radikal bebas alami dalam
tubuh dan polusi lingkungan. Tetapi mengapa tidak semua dari kita mendapatkan
penyakit yang membahayakan tubuh?
Hal ini karena terdapat zat penetral radikal bebas dalam
tubuh kita atau yang disebut antioksidan. Antioksidan ini akan menghentikan
reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya.
Antioksidan primer akan bekerja mencegah pembentukan radikal bebas baru
dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang kurang
mempunyai dampak negatif. Contoh antioksidan primer adalah Superoksida
Dismustase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan protein pengikat logam. Yang
kedua adalah antioksidan skunder yang bekerja dengan cara mengkhelat
logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah
terjadinya reaksi berantai. Contohnya: Vitamin E, Vitamin C, b karoten. Dan
terakhir antioksidan tersier yang bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang
disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan
metionin sulfosida reduktase.
Itulah mengapa tubuh kita sampai sekarang masih sehat walaupun
sangat rentan terhadap serangan radikal bebas di tiap detiknya. Dan yang harus
terus diperhatikan adalah pasokan antioksidan dalam tubuh harus tersedia dalam
jumlah cukup. Untuk itu suplemen antioksidan dari luar sangatlah diperlukan
untuk mencegah pengaruh buruk dari radikal bebas.
Tetapi anda tidak usah terlalu khawatir, suplemen
antioksidan luar yang dimaksud disini tidak melulu berarti suplemen sintetis
atau suplemen hasil produk manusia yang di jual di pasaran seperti butylated
hydroxyanisole, suplemen vitamin, mineral, food suplemen ataupun polifenol yang
banyak terdapat dalam produk minuman. karena pada dasarnya secara sadar atau
tidak sadar, setiap hari anda telah mengkonsumsi antioksidan. Berbagai
antioksidan telah terdapat secara alamiah terutama dalam sayuran, buah-buahan,
rempah-rempah, dan sedikit dalam produk hewani.
Antioksidan Alami
Berikut
adalah beberapa tanaman yang potensial mengandung antioksidan alami dan berada
di sekitar kita:
Tanaman
|
Jenis
yang Berkhasiat Antioksidan
|
Sayur-sayuran
|
Brokoli,
Kubis, Lobak, Wortel, Tomat, Bayam, Cabe, Buncis, Pare, Leunca, Jagung,
Kangkung, Takokak, Mentimun
|
Buah-buahan
|
Anggur,
Alpukat, Jeruk, Kiwi, Semangka, Markisa, Apel, Belimbing, Pepaya, Kelapa
|
Rempah
|
Jahe,
Temulawak, Kunyit, Lengkuas, Temumangga, Temuputih, Kencur, Kapulaga, Bangle,
Temugiring, Lada, Cengkeh, Pala, Asam Jawa, Asam Kandis
|
Tanaman
lain
|
Teh,
Ubi Jalar, Kedelai, Kentang, Keluwak, Labu Kuning, Pete Cina
|
Sumber:
Hernani dan Mono Rahardjo (2006)
Dari tabel di atas diketahui bahwa banyak sekali tumbuhan
yang kita konsumsi tiap harinya mengandung antioksidan. Senyawa antioksidan
tersebut tersebar pada berbagai bagian tumbuhan seperti akar, batang, kulit,
ranting, daun, bunga, buah, dan biji. Antioksidan alami ini berfungsi sebagai
reduktor, penekan oksigen singlet, pemerangkap radikal bebas, dan sebagai
pengkhelat logam. Secara kimiawi antioksidan alami yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan ini terutama berasal dari golongan senyawa turunan fenol
seperti flavonoid, turunan senyawa asam hidroksiamat, kumarin, tokoferol dan
asam organik.
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman di atas
diperkirakan mempunyai kekuatan sedang sampai tinggi. Beberapa ekstrak tanaman
yang telah diketahui mempunyai aktivitas antioksidan tinggi antara lain dari
golongan rempah-rempah seperti ekstrak cengkeh, jahe, kunyit, temulawak, kayu
manis, dan pala. Kemudian ekstrak bunga rosmarinus offcinalis, ekstrak
cabe, daun teh, daun dewa, buah merah diketahui juga mempunyai aktivitas
antioksidan tinggi. Khusus untuk rempah-rempah, aktivitas antioksidan
rempah-rempah kering umumnya lebih aktif daripada rempah-rempah segar
BAB III
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN RADIKAL BEBAS
Istilah
radikal sering digunakan dalam bidang kimia untuk menyebut senyawa bermuatan
seperti radikal karbonat ( CO32- ) , radikal nitrat ( NO3-),
dan radikal metil ( CH3-). Senyawa yang dimaksud di sini
bukan senyawa – senyawa tersebut. Radikal bebas yang ditulis dengan simbol R*
adalah suatu atom, molekul atau senyawa yang dapat berdiri sendiri, mempunyai
elektron satu atau lebih yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya.
Adanya satu atau lebih electron yang
tidak berpasangan menyebabkan R* berkecenderungan mencari electron untuk
menjadi pasangan ( mencapai duplet atau octet ) untuk mencapai kondisi stabil
dengan mengambil pasangan electron senyawa lain atau ditarik pada medan
tertentu. Hal tersebut menyebabkan R* reaktif terhadap senyawa yang lain. R*
dapat berbentuk dari senyawa non radikal melalui reaksi redoks ( menerima atau
melepaskan electron ), melalui absorpsi radiasi
( ionisasi, UV ) atau jika ikatan
kovalen dalam suatu senyawa pecah ( homolitic fusion ) atau karena adanya
reaksi Fenton. Berikut cara – cara pembentukan radikal bebas ( R* ) yang banyak
diketahui.
1. Reaksi
Fenton ( redoks )
Fe 2+ + H2O2 è komplek
perantara Fe3+ + OH* + OH-
Cu+ + H2O2 è Cu2+
+ OH* + OH –
2. Reaksi
Fusi
a. Fusi
homolitik
A : B è
A* + B*
H2O è
OH*+ H*
b. Fusi
heterolitik
A : B è
A*- + B +
H2O è
OH- + H+
3. Reaksi
Absorpsi Energi
O2 1 elektron O*2- ( reduksi )
O2 2
elektron H2O2 (
reduksi, dengan pemahaman 2 H+, atau protonasi dari O22-
)
H2O2 energi 2 OH*
OH* adalah radikal bebas hidroksil,
suatu radikal yang paling reaktif atau paling berbahaya.
Banyak orang beranggapan bahwa R* hanya merugikan
tubuh semata, pendapat ini tidak tepat, karena R* juga berperan penting dalam
proses – proses biokimiawi yang diperlukan tubuh. Proses – proses itu seperti
reaksi oksidasi ( metabolisme ) suatu zat yang melibatkan sitokrom P450,
pengaturan kontraksi otot polos, dan proses fagositosis. Banyak sekali jenis R*
yang sudah diteliti, seperti radikal oksigen atau superoksid ( O2*-),
radikal hidroksil ( OH* ), radikal alkoksil ( RO* ), radikal peroksil ( ROO* )
serta radikal bebas derivate H2O2 ( peroksida ).
B. SUMBER
RADIKAL BEBAS DALAM TUBUH MANUSIA
Radikal bebas yang ada dalam tubuh manusia dapat
bersumber dari internal atau eksternal. Kelebihan R* atau adanya tekanan dari
R* sering disebut stress oksidatif yang dapat berdampak buruk pada tubuh.
1. Sumber
Internal
a. Proses
transpor electron di mitokondria
Komplek sitokrom
oksidase mereduksi O2 secara simultan dengan 4 elektron dalam proses
produksi ATP tanpa menghasilkan radikal bebas sebagai produk antara. Namun 1 –
5 % dari oksigen yang digunakan akan mengalami kebocoran dari proses ini dan
mengalami reduksi bertingkat yang menghasilkan O*2- atau
bahkan OH*. Namun dalam kondisi normal R* yang terbentuk hanya sedikit dan
dapat ditangakap atau dinetralkan oleh antioksidan yang ada dalam tubuh atau
dimetabolisme menjadi inaktif.
Xenobiotik secara
dramatis dapat meningkatkan produksi R * jika mereka dapat masuk ke
dalam mitokondria dan berinteraksi dengan satu atau beberapa step dalam
transport electron. Misalnya xenobiotik dalam transport electron yang sangat
komplek dapat mengakibatkan terjadinya aliran electron. Sebagai akibatnya, terutama
jika zat-zat yang masuk ke dalam mitokondria adalah electron aseptor zat ini
akan mengalihkan aliran electron dan mengakibatkan peningkatan jumlah R*. Contoh
obat yang bersifat demikian adalah doksorubisin, suatu antibiotika untuk obat
antikanker.
b. Proses
fagositosis
Proses fagositosis
melibatkan sel-sel neutrofil, eosinofil, dan basofil (polimorfonuklear),
monosit, dan makropage. Proses tersebut dapat menghasilkan radikal superoksid
(O2*-), radikal hidroksil (OH*), dan peroksida. Peroksida bukan radikal
bebas, tetapi merupakan sumber radikal bebas hidroksil (OH*) yang efektif.
c. Oksidasi
hemoglobin (Hb)
Diperkirakan 3% dari Hb
yang terdapat pada sel darah merah mengalami oksidasi menjadi oksihemoglobin.
Oksihemoglobin secara lambat akan melepaskan O2*- dalam jumlah yang
bermakna. Kondisi ini menyebabkan tubuh perlu antioksidan untuk melindungi sel
darah merah.
d. Enzim
yang menggunakan O2 secara berlebihan
Ada sekitar 10-15%
oksigen yang diambil saat bernafas digunakan oleh enzim-enzim seperti oksidase,
oksigenase, dan sitokrom P450. Penggunaan secara berlebihan O2
oleh enzim-enzim di atas akan menghasilkan O2*-, sebagai hasil
sampingnya.
e. Reaksi
dismutasi
Pada system biologi
yang menghasilkan O2*- juga akan menghasilkan H2O2
(peroksida), melalui reaksi yang disebut dismutasi.
O2*- + O2*-
2H+ H2O2 + O2
Reaksi dismutasi ini
dapat terjadi pada pH fisiologis dan dipercepat 104 - 109
kali dengan adanya enzim superoksid dismutase (SOD). Peroksida merupakan
derivat oksigen yang bersifat oksidan dan dapat menembus membrane sel dengan
cepat.
f. Reaksi
fenton
Dalam tubuh manusia
terdapat logam seperti besi (Fe2+) dan kuprum (Cu+) baik
dalam bentuk bebas atau terikat. Dalam tubuh, unsur besi dapat berasal dari
garam-garam besi pada terapi anemia, makanan atau yang dilepas dari hemoglobin.
Jumlah zat besi dalam tubuh seluruhnya dapat mencapai 4,5 g dengan turn over di plasma per hari 35 mg.
logam Cu+ pada tubuh orang dewasa dapat mencapai 80 mg yang terikat
pada albumin dan histidin. Walaupun Cu+ dalam tubuh keberadaannya
terikat , tetapi masih dapat bereaksi dengan H2O2 untuk
membentuk radikal OH*. Ilmuwan jepang dan Israel telah membuktikan bahwa ikatan
Cu+ dengan unsur lain, seperti Cu+- DNA, Cu+-virus,
Cu+-protein (albumin) merupakan tempat sasaran toksik jika terpapar
H2O2 ini membuktikan bahwa di tempat tersebut dapat
terbentuk OH- yang bersifat merusak membran.
Reaksi fenton yang
menghasilkan OH* dapat terjadi jika suatu logam bereaksi/teroksidasi dengan
adanya H2O2 dengan persamaan sebagai berikut :
Fe2+ +H2O2 → Fe3+ + OH
* + OH- K= 76 L / mol detik
Cu+ + H2O2 → Cu2+ + OH*
+ OH - K= 4,7. 103 L / mol detik
Atau secara umum dapat
ditulis
Mn+n (logam)
+ H2O2→ Mn (n+1) + OH* + OH-
Jika konsentrasi yang
sama antara H2O2 dengan Fe2+ dan Cu+
bereaksi, pembentukan OH* hasil reaksi antara H2O2 dengan
Cu+ akan lebih cepat 68,8 kali jika dibandingkan H2O2
bereaksi dengan Fe2+ (lihat nilai konstanta kecepatan reaksi
diatas).
Kecepatan reaksi
tersebut di atas jika diaplikasikan pada hepar yang mempunyai konsentrasi Fe2+
sekitar 10-6 mol/L (1 um/L) dan misalnya terpapar H2O2
dengan konsentrasi yang sama, maka akan terbentuk OH* yang fantastis dalam
setiap selnya.
R= K [ H2O2
] x [Fe2+]
= 76 x 10-6 x 10-6 =
7,6 . 10-11 mol /L detik.
Nilai di atas
kelihatannya kecil, tetapi perlu di ingat bahwa dalam 1 mol zat terdapat 6.023
x 1023 molekul. Oleh karena itu OH* yang terbentuk adalah 7,6 . 10-11
x 6.023 x 1023 molekul/L detik = 4,58 . 1023 molekul/L detik (luar
biasa bukan). Jika volume sel hepar antara 10-12 - 10-11
liter, berarti terbentuk 46-458 radikal OH* per sel tiap detiknya.
2. Sumber
eksternal
Radikal
bebas dari luar tubuh masuk ke tubuh terjadi secara sengaja atau tidak sengaja,
seperti dari polutan, rokok atau obat-obat tertentu.
a. Ozon
(polutan)
Ozon adalah gas biru
muda yang berperan penting dalam melindungi bumi dari radiasi atmosfir bagian
atas. Jumlah yang signifikan dapat terjadi di atmosfir bawah di perkotaan
sebagai hasil reaksi fotokimia komplek yang melibatkan zat polutan dan sinar
matahari. Zat polutan tersebut adalah : ozon, hidrokarbon, dan nitrogen oksida.
Ozon yang terbentuk dengan adanya sinar UV dapat membentuk radikan OH*.
Reaksi-reaksi pembentukan radikal OH* melalui ozon dapat disederhanakan sebagai
berikut :
1) 2
NO + O2 → 2 NO2 + energi radiasi → NO + O
O + O2 → O3
(ozon)
NO + O3 → NO2
+ O2
2) O2 energi
2O
O2 + O→ O3
(ozon)
O3 + UV(
energi ) H+ + OH *
b. Nitrogen
oksida (NOx)
Selain ozon, NOX
juga merupakan oksidator yang cukup kuat
yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid. Polutan NOX dapat berasal
dari asap rokok dan hasil pembakaran kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan udara
di perkotaan mengandung NOX yang lebih tinggi dibandingkan di
pedesaan.
c. Sulfur
dioksida ( SO2 )
Zat ini dapat merupakan
hasil dari pembakaran minyak yang mengandung sulfur atau dari pembakaran batu
bara. SO2 larut dalam air membentuk ion sulfite dan sulfat yang
bersifat asam.
SO2 + H2O
è
H2SO3 è H+ + HSO-3
è
H+ + SO32-
Ion SO32-
dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan menstimulasi reaksi yang melibatkan
radikal bebas.
d. Peroksida
( H2O2 )
Adanya peroksida akan
memacu terjadinya reaksi fenton di lingkungan yang menghasilkan radikal OH*.
Radikal OH* dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Reaksi fenton sering
disebut juga reaksi Haber-Weiss.
Fe2+ + H2O2
è
Fe2+ + OH * + OH-
Fe2+ +
komplek + O-2 è Fe2+ kompleks + O2
Fe2+ +
kompleks + H2O2 è
OH* + OH- + Fe2+
O2- +
H2O2 metal O2 + OH* + OH-
Cu2+ + O2-
Cu2+ + O2
Cu+ + H2O2
Cu2+ + OH* + OH-
O2-
+ H2O2 metal O2 + OH* + OH-
e. Fusi
hemolisis H2O2
Fusi hemolisis dapat terjadi di lingkungan
sebagaimana di tulis di bawah ini, yaitu :
H2O2
energi 2OH*
C. Dampak
stress oksidatif
Stress oksidatif dapat terjadi jika di dalam tubuh
banyak terdapat radikal bebas (berlebihan) yang tidak dapat diimbangi dengan
antioksidan yang ada. Kondisi stress oksidatif yang ringan mungkin masih dapat
ditolerir oleh peningkatan antioksidan enzimatik (dari dalam tubuh) atau
penambahan antioksidan (non enzimatik), dari luar tubuh. Radikal bebas yang
tidak dinetralisir dapat menimbulkan kerusakan pada sel atau komponen sel dan
telah diyakini sebagai penyebab timbulnya berbagai penyakit. Penyakit-penyakit
itu adalah : kanker, diabetes mellitus (DM), aterosklerosis, ulcus peptikum,
Alzheimer, rematik, paru menahun, dan beberapa penyakit degenerative.
Penelitian menunjukkan bahwa populasi yang banyak
terpapar radikal bebas mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena
penyakit-penyakit di atas. Penyakit tersebut di atas timbul karena reaksi
antara antara radikal bebas dengan komponen-komponen sel, seperti enzim, lipid,
DNA dan karbohidrat. Yang juga perlu diketahui bahwa, adanya stress oksidatif
tidak hanya menyebabkan kerusakan jaringan tetapi keterlibatan oksidan (R*)
dalam transduksi signal dan regulasi ekspresi gen dapat menimbulkan beberapa
penyakit seperti infeksi, kanker, penuaan, rematoid arthritis, Parkinson, dan
alzheimer.
Stress Oksidatif
Langsung
Tidak
langsung
Kerusakan sel Signal
tranduksion
Regulasi
Gen
Infeksi
Kanker
Penuaan
Rematoid arthritis
AIDS
Parkinson
Alzheimer
Gambar Peran Stress Oksidatif dalam Menginduksi
Timbulnya Penyakit
1. Reaksi
dengan enzim
Radikal
bebas bersifat oksidator yang dapat mengoksidasi enzim yang mempunyai gugus
thiol (-SH) dan enzim lain seperti glyceraldehide-3-phosphat dihidrogenase
suatu enzim untuk reaksi glikolisis (pemecahan gula). Sel yang terpapar radikal
bebas pada kadar tertentu tidak mampu memetabolisme glukosa untuk menghasilkan
ATP. Kekurangan ATP dapat menyebabkan kematian.
Stress oksidatif juga
dapat menyebabkan oksidasi pada protein seluler, terutama oksidasi pada rantai
samping asam amino. Oksidasi ini akan menyebabkan terbentuknya cross-links dan
terpragmentasi akibat dari oksidasi peptide. Asam amino yang mengandung sulfur,
sistein, dan metionin paling rentan terhadap proses oksidasi dan jika
teroksidasi akan terbentuk ikatan disulfide dan sulfoksida. Selain itu, asam
amino aromatic juga peka terhadap serangan reaktif oksigen spesies (ROS).
Salah satu contoh
protein yang sering mendapatkan stress oksidatif atau serangan dari radikal
bebas adalah protein darah yang disebut hemoglobin, menyebabkan terganggunya
fungsi darah. Eritrosit (Hb) rentan terhadap stress oksidatif karena berbagai
alas an :
a. Adanya
konsentrasi O2 yang tinggi (Hb-O2). Konsentrasinya
sekitar 25 mM, sedangkan konsentrasi O2 pada tubuh lain kurang dari
0,2 mM.
b. Kebanyakan
xenobiotik terdistribusi pada sel darah merah dalam konsentrasi yang tinggi.
c. Usia
sel darah merah yang panjang atau dengan dengan waktu paruh sekitar 120 hari.
Sel darah merah tidak
mempunyai nucleus dan reticulum endoplasma, maka mereka tidak dapat mengganti
protein yang telah teroksidasi dengan mensintesis protein yang baru, maka akan
mudah menimbulkan kerusakan.
2. Reaksi
dengan DNA atau Asam nukleat
Radikal
bebas bereaksi dengan DNA atau asam nukleat berakibat kerusakan yang dapat
memacu timbulnya kanker. Ini telah dibuktikan melalui penelitian yang
menggunakan bakteri, binatang dan kultur tanaman. Selain itu, adanya oksidator
atau peroksida dalam tubuh dapat meningkatkan kadar Ca++ bebas
intraseluler yang dapat menstimulasi enzim protease dalam memecah metaloprotein.
Pemecahan ini menyebabkan ketersediaan zat besi (Fe2+) bebas
sehingga memacu terjadinya reaksi fenton, menghasilkan radikal OH-
yang sangat berbahaya.
ROS dalam tubuh
terbentuk setiap saat oleh Karena itu juga memerlukan antioksidan secara
terus-menerus baik untuk mengikat ROS atau untuk proses repair. Diperkirakan
setiap harinya (teoritis) , DNA mendapatkan serangan (pukulan) dari ROS
sebanyak 1,5 x 105 kali atau dapat mencapai 1019 pukulan
per individu. Salah satu marker untuk mendeteksi adanya kerusakan DNA adalah
dengan mengukur adanya 8-hidroksi deoksiguanosin (8-OH-G). zat ini merupakan
hasil reaksi oksidasi basa purin penyusun DNA (guanin) dengan radikal hidroksil
(OH*).
Oksidasi pada basa
purin mempunyai konsekwensi yang besar. Pada kondisi normal, guanin akan
berikatan dengan sitosin melalui 3 ikatan hydrogen, sedangkan bentuk
teroksidasi (8-OH-G) berikatan dengan adenine melalui 2 ikatan hydrogen. Jika
kesalahan ini tidak dapat diperbaiki, kesalahan pasangan ini akan menyebabkan
kesalahan sintesis DNA berikutnya. kesalahan sintesis DNA yang berlanjut dapat
menyebabkan mutasi yang pada akhirnya merangsang timbulnya tumor.
3. Reaksi
dengan lipid
Membrane
sel merupakan lipid bi layer yang tersusun dari asam lemak dengan protein tertanan
atau tersebar secara mosaic. Agar berfungsi dnegan baik, membrane sel harus
fluid (penyusun bergerak bebas). Fluiditas membrane sel sangat tergantung oleh
PUFA (poly unsaturated fatty acid).
PUFA mempunyai ikatan
rangkap lebih dari satu yang menyebabkan rentan terhadap serangan radikal
bebas. Reaksi PUFA dengan radikal bebas akan mengalami peroksidasi dan terbentuk radikal bebas baru yang lain.
Prinsip reaksi radikal bebas dengan senyawa lain adalah, jika senyawa radikal
bebas bereaksi dengan senyawa non radikal akan menghasilkan senyawa radikal
bebas baru yang reaktifitasnya lebih rendah atau lebih tinggi. Inilah sebabnya,
mengapa pada reaksi antara radikal bebas dengan PUFA dapat terjadi reaksi
berantai.
CH2 – C - CH2
– OH + OH* - CH2 - C*- CH2 – O- + H2O
(reaksi inisiasi atau
abstraksi H+)
Atom C* (C radikal )
dalam PUFA akan bereaksi dengan O2 yang terlarut dalam membran,
terbentuk radikal peroksil.
Lipid radikal (R*) +O2
→ROO* (peroksil) oksigen up take
Radikal
peroksil sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan PUFA disekitarnya sebagaimana
reaksi pada inisiasi, reaksi ini disebut propagasi.
ROO* + Lipid-H → ROOH +
R* (lipid radikal baru)
(hidroperoksi lipid)
Reaksi
di atas akan berulang sehingga terjadi reaksi berantai. Karena ROOH lebih
hidrofilik dibandingkan dengan asam lemak, maka zat ini cenderung bermigrasi ke
permukaan membran sel, (ingat struktur lipid bi layer, bagian /sisi luarnya
lebih polar). ROOH mudah mengalami dekomposisi menghasilkan antara lain malonil
dialdehid (MDA), 4-hidroksinoneal (4-HE), dan senyawa aldehid lain yang
bersifat merusak membrane sel.
4. Reaksi
dengan karbohidrat
Radikal
OH* dapat bereaksi dengan karbohidrat
yang terdapat pada struktur DNA. DNA adalah polimer yang tersusun dari
basa purin atau purimidin, fosfat dan gula ribose. Reaksi radikal bebas dengan
gula menghasilkan bemacam-macam senyawa yang bersifat mutagenik.
D. ANTIOKSIDAN
Antuioksidan adalah zat yang memperlambat atau
menghambat stress oksidatif pada molekul target. Antioksidan melindungi molekul
target antara lain dengan cara :
-
Menangkap radikal bebas dengan
menggunakan protein atau enzim (sebagai katalis) atau bereaksi langsung.
-
Mengurangi pembentukan radikal bebas
dengan merubahnya menjadi radikal bebas yang kurang aktif atau merubahnya
menjadi senyawa non radikal (SOD, GSH-Px/glutation peroksidasi, katalase).
-
Mengikat ion logam yang dapat
menyebabkan timbulnya reaksi fenton yang menghasilkan radikal bebas
(seruloplasmin, transferin).
-
Melindungi komponen sel utama yang
menjadi sasaran radikal bebas (Vitamin E dan C, sebagai donor electron).
-
Memperbaiki target organ dari radikal
bebas yang telah rusak.
-
Menggantikan sel yang rusak dengan sel
baru (protease, fosfokinase).
Dengan demikian
antioksidan merupakan senyawa yang sangat luas dan banyak. Antioksidan
digolongkan menjadi antioksidan enzimatik (intraseluler) dan non enzimatik
(ekstraseluler).
1. Antioksidan
enzimatik
termasuk golongan ini
adalah SOD,GSH-Px dan katalase.
a. SOD
Ada tiga jenis SOD yang
diketahui, dua diantaranya terdapat pada manusia, yaitu CuZnSOD dan MnSOD,
sedangkan Fe-SOD tidak terdapat pada manusia. CuZnSOD terdapat di reticulum
endoplasma,nucleus, dan peroksisom sedangkan Mn-SOD terdapat di mitokondria.
Logam Cu+ sebagai katalisator sedangkan Zn++ diperlukan
sebagai stabilisator enzim. Fungsi SOD untuk mempercepat dismutasi O2*-.
Dan menjaga keseimbangan antara jumlah O2*- dan pembentukan H2O2.
Jika SOD terlalu
banyak, H2O2 yang terbentuk dapat terlalu cepat
dibandingkan peruraiannya oleh katalase ataun peroksidase akibatnya potensial
menghasilkan radikal OH*, begitu juga kalau kekurangan. Kekurangan SOD akan
terjadi akumulasi O2*- yang dapat mereduksi Fe3+ menjadi
Fe2+, adanya ion ini akan memacu reaksi fenton.
b. GSH-Px
Glutation peroksidase
mengoksidasi substratnya (GSH) melalui H2O2 menjadi GSSH
(glutation teroksidasi).
H2O2
+ 2 GSH →GSH-Px GSSG + 2H2O
GSH-Px mempunyai aktivitas yang
tinggi di hepar, aktivitas sedang di jantung, paru-paru, dan otak sedangkan
aktivitas rendah di otot. Akumulasi GSSH dapat bersifat toksik karena dapat
menginaktivasi sejumlah enzim, dan dapat berikatan dengan protein membentuk
protein disulfit (protein-S-S-G). pada sel normal, ratio GSH/GSSG harus dijaga
tetap tinggi, untuk itu harus ada mekanisme reduksi GSSG kembali ke GSH.
Perubahan ini memerlukan katalisator enzim glutation reduktase melalui rekasi
sebagai berikut :
GSSG + NADPH + H+ è
2 GSH + NADP+
c. Katalase
Katalase merupakan
suatu enzim yang besar, mengandung 4 protein sub unit, yang masing – masing
mempunyai haem – Fe3+. Katalase berada diperoksisom pada hampir
semua jaringan mamalia. Namun di otot jantung kemungkinan juga terdapat pada
mitokondria.
Semua sel aerobik
mempunyai aktifitas katalase di eritrosit dan sel hepar. Enzim ini
mengkatalisis peruraian peroksida menjadi air dan oksigen.
2H2O2
katalase 2 H2O
+ O2
Peran ini sangat penting karena H2O2
sangat berbahaya bagi kehidupan sel, baik dalam bentuknya atau setelah
mengalami perubahan menjadi radikal OH*. Katalase mempunyai kapasitas yang
sangat besar menguraikan H2O2 permolekul enzim tiap
menitnya. Tetapi karena afinitasnya yang rendah terhadap H2O2 ,
maka hanya akan bekerja kalau konsentrasi H2O2 cukup
tinggi.
2. Antioksidan
Non Enzimatik atau Ektraseluler
Banyak sekali jenis antioksidan
ektraseluler, antara lain : vitamin E, vitamin C, beta – karoten, glutation,
ceruloplasmin, albumin, asam urat, dan selenium. Cairan ekstraseluler ( plasma
darah, limpa, paru – paru, otak, dan persendian ) mempunyai antioksidan yang
bersifat polar dan non polar untuk melindungi komponennya. Antioksidan yang
sangat penting adalah vitamin C dan E. Vitamin C untuk melindungi bagian yang
polar dan vitamin E untuk melindungi bagian yang non polar. Berikut pembahasan
kedua antioksidan non enzimatik tersebut.
a. Vitamin
C
Vitamin C dalam cairan
ektraseluler sangat baik berperan sebagai scavenger terhadap beberapa radikal
bebas, seperti : O2*-, radikal thiil ( SH*), OH*, dan
meregulasi radikal bebas melalui perannya sebagai donor electron. Hilangnya 1
elektron dari vitamin C menyebabkan terbentuknya semidihidroaskorbat yang akan
teroksidasi menjadi dihidroaskorbat. Oleh enzim dehidroaskorbat reduktase, bentuk teroksidasi dari vitamian C
( dehidroaskorbat) kembali kebentuk aslinya ( tereduksi ), yaitu asam askorbat.
b. Vitamin
E
Vitamin E merupakan
antioksidan non polar yang sangat penting untuk menghambat pertoksidasi lipid.
Penghambat peroksidasi lipid terjadi karena kemampuan vitamin E bereaksi dengan
radikal peroksil dan alkoksil ( ROO* dan RO* ) lebih cepat dibandingkan reaksi
radikal tersebut dengan PUFA. Melalui pemberian 1 ion H+ dari
vitamin E terhadap ROO* dan RO* terjadi hambatan peroksidasi lipid ( reaksi
berantai ). Dengan alas an ini, vitamin E sering disebut sebagai chain breaking
antioksidant.
ROO* + Vit E è
ROOH + radikal Vit E
RO* + Vit E è
ROH + radikal Vit E
Radikal vitamin E tidak
cukup reaktif untuk mengabtraksi ( menarik ) ion H+ dari PUFA,
sehingga akan menghentikan reaksi berantai. Electron yang tidak berpasangan
pada radikal vitamin E akan mengalami delokalisasi pada struktur aromatiknya
dan meningkatkan stabilitasnya. Dalam tubuh ada mekanisme untuk meregenerasi
radikal vitamin E menjadi vitamin E lagi yang melibatkan peran vitamin C.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Radikal
bebas mau atau tidak mau akan terus menyerang anda tanpa pernah beristirahat.
Serangan radikal bebas baik dari dalam maupun dari luar tubuh sama bahayanya
jika telah bertemu dengan enzim atau asam lemak tak jenuh ganda. Karena
serangan itu merupakan awal dari kerusakan sel.
Tetapi
anda tidak harus takut sepanjang hidup karena anda telah mempunyai obat yang
mujarab untuk mengatasinya yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
kaya akan antioksidan. Dan pasokan antioksidan tersebut saya pikir selalu ada
di meja makan anda setiap harinya.
BAB
V
DAFTAR
PUSTAKA
1)
http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_E,
diakses pada tanggal 26 april 2012, pukul 14.00 WIB
2)
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/antioksidan-alami-di-sekitar-kita/,
diakses pada tanggal 26 april 2012, pukul 14.00 WIB
3)
http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_C,
diakses pada tanggal 26 april 2012, pukul 14.00 WIB
4) priyanto,
toksikologi edisi II. Leskonfi, 2010
LAPORAN TOKSISITAS RADIKAL BEBAS
MATA KULIAH
TOKSIKOLOGI
Kelas 6 A
DISUSUN
:
Muhammad
Fuad Al-Israry
Riki
Subagja
Regiana
I.S
Yulistia
H.
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR
HAMKA
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2012