Thursday, 18 April 2013

Toksikologi Radikal Bebas


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Istilah antioksidan mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, walaupun untuk orang awam sekalipun. Untuk anda yang sering menonton iklan di televisi (TV) ataupun membaca koran/surat kabar tentu pernah melihat iklan komersial dari produk makanan atau minuman sampai dengan kosmetik yang di beri embel-embel mengandung antioksidan, sebut saja salah satu produk teh yang mengklaim produknya kaya akan polifenol sebagai antioksidan, begitupun dengan produk kosmetik, yang dilabeli mengandung antioksidan yang dapat mencegah kerusakan kulit dan mencegah penuaan dini.
Secara komersial dan ilmiah, hal tersebut sah-sah saja. Karena memang antioksidan telah diketahui memberikan pengaruh positif bagi kesehatan manusia. Terutama karena kemampuannya dalam menetralisir dampak negatif dari radikal bebas.
Dugaan bahwa radikal bebas tersebar di mana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan, menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Langkah yang tepat untuk menghadapi “gempuran” radikal bebas adalah dengan mengurangi paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui aktivitas antioksidan.
Pemahaman ilmiah tentang hubungan radikal bebas dengan antioksidan baru muncul pada tiga hingga empat dekade terakhir ini. Hingga kini, berbagai uji kimiawi, biokimia, klinis dan epidemiologi banyak mendukung efek protektif antioksidan terhadap penyakit akibat stres oksidatif
Selain jenis antioksidan enzimatis seperti yang disebut di awal, dikenal pula jenis antioksidan nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin, seperti vitamin C, vitamin E serta golongan senyawa fitokimia. Suplemen vitamin banyak beredar di pasaran dalam berbagai dosis. Namun perlu diketahui, hingga saat ini para ahli masih sulit memastikan berapa komposisi yang seimbang antara radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh. 
Beberapa antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah sifat menjadi prooksidan. Selain itu masalah dosis bersifat normatif, tergantung dari kondisi individu itu sendiri. Individu yang memang selalu berada dalam lingkungan yang memicu keadaan stres oksidatif, bisa mengkonsumsi suplemen vitamin. Sementara individu yang hidupnya relatif tenang, tidak memerlukannya, karena asupan dari makanan sehari-hari yang berkualitas sudah mencukupi.
Untuk anda yang belum tahu radikal bebas, kami akan menjelaskan terlebih dahulu tentang radikal bebas karena antioksidan selalu berhubungan dengan radikal bebas.
B.     TUJUAN
-          Mahasiswa dapat mengetahui proses terjadinya toksisitas akibat radikal bebas.
-          Mahasiswa dapat mengetahui cara menangkal radikal bebas.
-          Mahasiswa dapat mengetahui senyawa-senyawa yang dapat mencegah radikal bebas.
-          Mahasiswa dapat mengetahui efek-efek negative dari radikal bebas.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Radikal Bebas
Radikal bebas didefinisikan sebagai atom/molekul/senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Karena secara kimia, molekulnya tidak berpasangan, radikal bebas cenderung untuk bereaksi dengan molekul sel tubuh. Kemudian menimbulkan senyawa tidak normal (radikal bebas baru yang lebih reaktif) dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel penting. Beberapa komponen tubuh yang rentan terhadap serangan radikal bebas antara lain; kerusakan DNA, membran sel, protein, lipid peroksida, proses penuaan dan autoimun manusia. Dalam bidang medis, diketahui bahwa radikal bebas merupakan biang keladi berbagai keadaan patologis seperti penyakit liver, jantung koroner, kanker, diabetes, katarak, penyakit hati, dan berbagai proses penuaan dini.
Contoh radikal bebas adalah superoksida (O2-), hidroksil (OH-), nitroksida (NO), hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorit (HOCl), thill (RS-) dan lain-lain. Derajat kekuatan tiap radikal bebas ini berbeda, dan senyawa paling berbahaya adalah radikal hidroksil (OH-) karena memiliki reaktivitas paling tinggi. Radikal bebas di atas terdapat dalam tubuh dengan berbagai cara, tetapi secara umum timbul akibat berbagai proses biokimiawi dalam tubuh, berupa hasil samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan, asap rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari.
Antioksidan
Berdasarkan paparan di atas, berarti tubuh kita sangat rentan terhadap serangan radikal bebas terutama dari radikal bebas alami dalam tubuh dan polusi lingkungan. Tetapi mengapa tidak semua dari kita mendapatkan penyakit yang membahayakan tubuh?
Hal ini karena terdapat zat penetral radikal bebas dalam tubuh kita atau yang disebut antioksidan. Antioksidan ini akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya. Antioksidan primer akan bekerja mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak negatif. Contoh antioksidan primer adalah Superoksida Dismustase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan protein pengikat logam. Yang kedua adalah antioksidan skunder yang bekerja dengan cara mengkhelat logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya: Vitamin E, Vitamin C, b karoten. Dan terakhir antioksidan tersier yang bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfosida reduktase.
Itulah mengapa tubuh kita sampai sekarang masih sehat walaupun sangat rentan terhadap serangan radikal bebas di tiap detiknya. Dan yang harus terus diperhatikan adalah pasokan antioksidan dalam tubuh harus tersedia dalam jumlah cukup. Untuk itu suplemen antioksidan dari luar sangatlah diperlukan untuk mencegah pengaruh buruk dari radikal bebas.
Tetapi anda tidak usah terlalu khawatir, suplemen antioksidan luar yang dimaksud disini tidak melulu berarti suplemen sintetis atau suplemen hasil produk manusia yang di jual di pasaran seperti butylated hydroxyanisole, suplemen vitamin, mineral, food suplemen ataupun polifenol yang banyak terdapat dalam produk minuman. karena pada dasarnya secara sadar atau tidak sadar, setiap hari anda telah mengkonsumsi antioksidan. Berbagai antioksidan telah terdapat secara alamiah terutama dalam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan sedikit dalam produk hewani.
Antioksidan Alami
Berikut adalah beberapa tanaman yang potensial mengandung antioksidan alami dan berada di sekitar kita:
Tanaman
Jenis yang Berkhasiat Antioksidan
Sayur-sayuran
Brokoli, Kubis, Lobak, Wortel, Tomat, Bayam, Cabe, Buncis, Pare, Leunca, Jagung, Kangkung, Takokak, Mentimun
Buah-buahan
Anggur, Alpukat, Jeruk, Kiwi, Semangka, Markisa, Apel, Belimbing, Pepaya, Kelapa
Rempah
Jahe, Temulawak, Kunyit, Lengkuas, Temumangga, Temuputih, Kencur, Kapulaga, Bangle, Temugiring, Lada, Cengkeh, Pala, Asam Jawa, Asam Kandis
Tanaman lain
Teh, Ubi Jalar, Kedelai, Kentang, Keluwak, Labu Kuning, Pete Cina
Sumber: Hernani dan Mono Rahardjo (2006)
Dari tabel di atas diketahui bahwa banyak sekali tumbuhan yang kita konsumsi tiap harinya mengandung antioksidan. Senyawa antioksidan tersebut tersebar pada berbagai bagian tumbuhan seperti akar, batang, kulit, ranting, daun, bunga, buah, dan biji. Antioksidan alami ini berfungsi sebagai reduktor, penekan oksigen singlet, pemerangkap radikal bebas, dan sebagai pengkhelat logam. Secara kimiawi antioksidan alami yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan ini terutama berasal dari golongan senyawa turunan fenol seperti flavonoid, turunan senyawa asam hidroksiamat, kumarin, tokoferol dan asam organik.
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman di atas diperkirakan mempunyai kekuatan sedang sampai tinggi. Beberapa ekstrak tanaman yang telah diketahui mempunyai aktivitas antioksidan tinggi antara lain dari golongan rempah-rempah seperti ekstrak cengkeh, jahe, kunyit, temulawak, kayu manis, dan pala. Kemudian ekstrak bunga rosmarinus offcinalis, ekstrak cabe, daun teh, daun dewa, buah merah diketahui juga mempunyai aktivitas antioksidan tinggi. Khusus untuk rempah-rempah, aktivitas antioksidan rempah-rempah kering umumnya lebih aktif daripada rempah-rempah segar




BAB III
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN RADIKAL BEBAS
Istilah radikal sering digunakan dalam bidang kimia untuk menyebut senyawa bermuatan seperti radikal karbonat ( CO32- ) , radikal nitrat ( NO-), dan radikal metil ( CH3-). Senyawa yang dimaksud di sini bukan senyawa – senyawa tersebut. Radikal bebas yang ditulis dengan simbol R* adalah suatu atom, molekul atau senyawa yang dapat berdiri sendiri, mempunyai elektron satu atau lebih yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya.
            Adanya satu atau lebih electron yang tidak berpasangan menyebabkan R* berkecenderungan mencari electron untuk menjadi pasangan ( mencapai duplet atau octet ) untuk mencapai kondisi stabil dengan mengambil pasangan electron senyawa lain atau ditarik pada medan tertentu. Hal tersebut menyebabkan R* reaktif terhadap senyawa yang lain. R* dapat berbentuk dari senyawa non radikal melalui reaksi redoks ( menerima atau melepaskan electron ), melalui absorpsi radiasi  (  ionisasi, UV ) atau jika ikatan kovalen dalam suatu senyawa pecah ( homolitic fusion ) atau karena adanya reaksi Fenton. Berikut cara – cara pembentukan radikal bebas ( R* ) yang banyak diketahui.
1.      Reaksi Fenton ( redoks )
Fe 2+ + H2O2  è komplek perantara Fe3+ + OH* + OH-
Cu+ + H2O2  è Cu2+ + OH* + OH ­
2.      Reaksi Fusi
a.       Fusi homolitik
A : B è A* + B*
H2O è OH­­*+ H*
b.      Fusi heterolitik
A : B è A*- + B +
H2O è OH- + H+
3.      Reaksi Absorpsi Energi
O2   1 elektron       O*2- ( reduksi )
O2 2 elektron      H2O2 ( reduksi, dengan pemahaman 2 H+, atau protonasi dari O22- )
HO2      energi        2 OH*
OH* adalah radikal bebas hidroksil, suatu radikal yang paling reaktif atau paling berbahaya.
Banyak orang beranggapan bahwa R* hanya merugikan tubuh semata, pendapat ini tidak tepat, karena R* juga berperan penting dalam proses – proses biokimiawi yang diperlukan tubuh. Proses – proses itu seperti reaksi oksidasi ( metabolisme ) suatu zat yang melibatkan sitokrom P450, pengaturan kontraksi otot polos, dan proses fagositosis. Banyak sekali jenis R* yang sudah diteliti, seperti radikal oksigen atau superoksid ( O2*-), radikal hidroksil ( OH* ), radikal alkoksil ( RO* ), radikal peroksil ( ROO* ) serta radikal bebas derivate H22 ( peroksida ).
B.     SUMBER RADIKAL BEBAS DALAM TUBUH MANUSIA
Radikal bebas yang ada dalam tubuh manusia dapat bersumber dari internal atau eksternal. Kelebihan R* atau adanya tekanan dari R* sering disebut stress oksidatif yang dapat berdampak buruk pada tubuh.
1.      Sumber Internal
a.       Proses transpor electron di mitokondria
Komplek sitokrom oksidase mereduksi O2 secara simultan dengan 4 elektron dalam proses produksi ATP tanpa menghasilkan radikal bebas sebagai produk antara. Namun 1 – 5 % dari oksigen yang digunakan akan mengalami kebocoran dari proses ini dan mengalami reduksi bertingkat yang menghasilkan O*2- atau bahkan OH*. Namun dalam kondisi normal R* yang terbentuk hanya sedikit dan dapat ditangakap atau dinetralkan oleh antioksidan yang ada dalam tubuh atau dimetabolisme menjadi inaktif. 
Xenobiotik secara dramatis dapat meningkatkan produksi R * jika mereka dapat masuk ke dalam mitokondria dan berinteraksi dengan satu atau beberapa step dalam transport electron. Misalnya xenobiotik dalam transport electron yang sangat komplek dapat mengakibatkan terjadinya aliran electron. Sebagai akibatnya, terutama jika zat-zat yang masuk ke dalam mitokondria adalah electron aseptor zat ini akan mengalihkan aliran electron dan mengakibatkan peningkatan jumlah R*. Contoh obat yang bersifat demikian adalah doksorubisin, suatu antibiotika untuk obat antikanker.

b.      Proses fagositosis
Proses fagositosis melibatkan sel-sel neutrofil, eosinofil, dan basofil (polimorfonuklear), monosit, dan makropage. Proses tersebut dapat menghasilkan radikal superoksid (O2*-), radikal hidroksil (OH*), dan peroksida. Peroksida bukan radikal bebas, tetapi merupakan sumber radikal bebas hidroksil (OH*) yang efektif.
c.       Oksidasi hemoglobin (Hb)
Diperkirakan 3% dari Hb yang terdapat pada sel darah merah mengalami oksidasi menjadi oksihemoglobin. Oksihemoglobin secara lambat akan melepaskan O2*- dalam jumlah yang bermakna. Kondisi ini menyebabkan tubuh perlu antioksidan untuk melindungi sel darah merah.
d.      Enzim yang menggunakan O2 secara berlebihan
Ada sekitar 10-15% oksigen yang diambil saat bernafas digunakan oleh enzim-enzim seperti oksidase, oksigenase, dan sitokrom P450. Penggunaan secara berlebihan O2 oleh enzim-enzim di atas akan menghasilkan O2*-, sebagai hasil sampingnya.
e.       Reaksi dismutasi
Pada system biologi yang menghasilkan O2*- juga akan menghasilkan H2O2 (peroksida), melalui reaksi yang disebut dismutasi.
O2*- + O2*- ­­­­­2H+ H2O2 + O2
Reaksi dismutasi ini dapat terjadi pada pH fisiologis dan dipercepat 104 - 109 kali dengan adanya enzim superoksid dismutase (SOD). Peroksida merupakan derivat oksigen yang bersifat oksidan dan dapat menembus membrane sel dengan cepat.
f.       Reaksi fenton
Dalam tubuh manusia terdapat logam seperti besi (Fe2+) dan kuprum (Cu+) baik dalam bentuk bebas atau terikat. Dalam tubuh, unsur besi dapat berasal dari garam-garam besi pada terapi anemia, makanan atau yang dilepas dari hemoglobin. Jumlah zat besi dalam tubuh seluruhnya dapat mencapai 4,5 g dengan turn over di plasma per hari 35 mg. logam Cu+ pada tubuh orang dewasa dapat mencapai 80 mg yang terikat pada albumin dan histidin. Walaupun Cu+ dalam tubuh keberadaannya terikat , tetapi masih dapat bereaksi dengan H2O2 untuk membentuk radikal OH*. Ilmuwan jepang dan Israel telah membuktikan bahwa ikatan Cu+ dengan unsur lain, seperti Cu+- DNA, Cu+-virus, Cu+-protein (albumin) merupakan tempat sasaran toksik jika terpapar H2O2 ini membuktikan bahwa di tempat tersebut dapat terbentuk OH- yang bersifat merusak membran.
Reaksi fenton yang menghasilkan OH* dapat terjadi jika suatu logam bereaksi/teroksidasi dengan adanya H2O2 dengan persamaan sebagai berikut :
Fe2+ +H2O2 → Fe3+ + OH * + OH-            K= 76 L / mol detik
Cu+ + H2O2 → Cu2+ + OH* + OH -           K= 4,7. 103  L / mol detik
Atau secara umum dapat ditulis
Mn+n (logam) + H2O2→ Mn (n+1) + OH* + OH-
Jika konsentrasi yang sama antara H2O2 dengan Fe2+ dan Cu+ bereaksi, pembentukan OH* hasil reaksi antara H2O2 dengan Cu+ akan lebih cepat 68,8 kali jika dibandingkan H2O2 bereaksi dengan Fe2+ (lihat nilai konstanta kecepatan reaksi diatas).
Kecepatan reaksi tersebut di atas jika diaplikasikan pada hepar yang mempunyai konsentrasi Fe2+ sekitar 10-6 mol/L (1 um/L) dan misalnya terpapar H2O­2 dengan konsentrasi yang sama, maka akan terbentuk OH* yang fantastis dalam setiap selnya.
R= K [ H2O2 ] x [Fe2+]
  = 76 x 10-6 x 10-6 = 7,6 . 10-11 mol /L detik.
Nilai di atas kelihatannya kecil, tetapi perlu di ingat bahwa dalam 1 mol zat terdapat 6.023 x 1023 molekul. Oleh karena itu OH* yang terbentuk adalah 7,6 . 10-11 x 6.023 x 1023 molekul/L detik = 4,58 . 1023 molekul/L detik (luar biasa bukan). Jika volume sel hepar antara 10-12 - 10-11 liter, berarti terbentuk 46-458 radikal OH* per sel tiap detiknya.
2.      Sumber eksternal
Radikal bebas dari luar tubuh masuk ke tubuh terjadi secara sengaja atau tidak sengaja, seperti dari polutan, rokok atau obat-obat tertentu.
a.       Ozon (polutan)
Ozon adalah gas biru muda yang berperan penting dalam melindungi bumi dari radiasi atmosfir bagian atas. Jumlah yang signifikan dapat terjadi di atmosfir bawah di perkotaan sebagai hasil reaksi fotokimia komplek yang melibatkan zat polutan dan sinar matahari. Zat polutan tersebut adalah : ozon, hidrokarbon, dan nitrogen oksida. Ozon yang terbentuk dengan adanya sinar UV dapat membentuk radikan OH*. Reaksi-reaksi pembentukan radikal OH* melalui ozon dapat disederhanakan sebagai berikut :
1)      2 NO + O2 → 2 NO2 + energi radiasi → NO + O
O + O2 → O­3 (ozon)
NO + O3 → NO2 + O2
2)      O energi       2O
O2 + O→ O3 (ozon)
O3 + UV( energi )      H+      + OH *
b.      Nitrogen oksida (NOx)
Selain ozon, NOX juga merupakan oksidator  yang cukup kuat yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid. Polutan NOX dapat berasal dari asap rokok dan hasil pembakaran kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan udara di perkotaan mengandung NOX yang lebih tinggi dibandingkan di pedesaan.
c.       Sulfur dioksida ( SO2 )
Zat ini dapat merupakan hasil dari pembakaran minyak yang mengandung sulfur atau dari pembakaran batu bara. SO2 larut dalam air membentuk ion sulfite dan sulfat yang bersifat asam.
SO2 + H2O è H2SO3 è H+ + HSO-­3 è H+ + SO32-
Ion SO32- dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan menstimulasi reaksi yang melibatkan radikal bebas.
d.      Peroksida ( HO2 )
Adanya peroksida akan memacu terjadinya reaksi fenton di lingkungan yang menghasilkan radikal OH*. Radikal OH* dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Reaksi fenton sering disebut juga reaksi Haber-Weiss.
Fe2+ + H2O2 è Fe2+ + OH * + OH-
Fe2+ + komplek + O-2 è Fe2+  kompleks + O2
Fe2+ + kompleks + H2O2  è OH* + OH- + Fe2+
O2- +   H2O2         metal        O2 + OH* + OH-
Cu2+ + O2-                Cu2+ + O2
Cu+ + H2O2                  Cu2+ + OH* + OH-
O2- + H2O2     metal      O2 + OH* + OH-
e.       Fusi hemolisis H2O2
Fusi  hemolisis dapat terjadi di lingkungan sebagaimana di tulis di bawah ini, yaitu :
H2O2    energi   2OH*

C.     Dampak stress oksidatif
Stress oksidatif dapat terjadi jika di dalam tubuh banyak terdapat radikal bebas (berlebihan) yang tidak dapat diimbangi dengan antioksidan yang ada. Kondisi stress oksidatif yang ringan mungkin masih dapat ditolerir oleh peningkatan antioksidan enzimatik (dari dalam tubuh) atau penambahan antioksidan (non enzimatik), dari luar tubuh. Radikal bebas yang tidak dinetralisir dapat menimbulkan kerusakan pada sel atau komponen sel dan telah diyakini sebagai penyebab timbulnya berbagai penyakit. Penyakit-penyakit itu adalah : kanker, diabetes mellitus (DM), aterosklerosis, ulcus peptikum, Alzheimer, rematik, paru menahun, dan beberapa penyakit degenerative.
Penelitian menunjukkan bahwa populasi yang banyak terpapar radikal bebas mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena penyakit-penyakit di atas. Penyakit tersebut di atas timbul karena reaksi antara antara radikal bebas dengan komponen-komponen sel, seperti enzim, lipid, DNA dan karbohidrat. Yang juga perlu diketahui bahwa, adanya stress oksidatif tidak hanya menyebabkan kerusakan jaringan tetapi keterlibatan oksidan (R*) dalam transduksi signal dan regulasi ekspresi gen dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti infeksi, kanker, penuaan, rematoid arthritis, Parkinson, dan alzheimer.













Stress Oksidatif

Langsung                                                                                            Tidak langsung
Kerusakan sel                                                                                      Signal tranduksion
                                                                                                            Regulasi Gen

Infeksi
Kanker
Penuaan
Rematoid arthritis
AIDS
Parkinson
Alzheimer


Gambar Peran Stress Oksidatif dalam Menginduksi Timbulnya Penyakit

1.      Reaksi dengan enzim
Radikal bebas bersifat oksidator yang dapat mengoksidasi enzim yang mempunyai gugus thiol (-SH) dan enzim lain seperti glyceraldehide-3-phosphat dihidrogenase suatu enzim untuk reaksi glikolisis (pemecahan gula). Sel yang terpapar radikal bebas pada kadar tertentu tidak mampu memetabolisme glukosa untuk menghasilkan ATP. Kekurangan ATP dapat menyebabkan kematian.
Stress oksidatif juga dapat menyebabkan oksidasi pada protein seluler, terutama oksidasi pada rantai samping asam amino. Oksidasi ini akan menyebabkan terbentuknya cross-links dan terpragmentasi akibat dari oksidasi peptide. Asam amino yang mengandung sulfur, sistein, dan metionin paling rentan terhadap proses oksidasi dan jika teroksidasi akan terbentuk ikatan disulfide dan sulfoksida. Selain itu, asam amino aromatic juga peka terhadap serangan reaktif oksigen spesies (ROS).
Salah satu contoh protein yang sering mendapatkan stress oksidatif atau serangan dari radikal bebas adalah protein darah yang disebut hemoglobin, menyebabkan terganggunya fungsi darah. Eritrosit (Hb) rentan terhadap stress oksidatif karena berbagai alas an :
a.       Adanya konsentrasi O2 yang tinggi (Hb-O2). Konsentrasinya sekitar 25 mM, sedangkan konsentrasi O2 pada tubuh lain kurang dari 0,2 mM.
b.      Kebanyakan xenobiotik terdistribusi pada sel darah merah dalam konsentrasi yang tinggi.
c.       Usia sel darah merah yang panjang atau dengan dengan waktu paruh sekitar 120 hari.
Sel darah merah tidak mempunyai nucleus dan reticulum endoplasma, maka mereka tidak dapat mengganti protein yang telah teroksidasi dengan mensintesis protein yang baru, maka akan mudah menimbulkan kerusakan.
2.      Reaksi dengan DNA atau Asam nukleat
Radikal bebas bereaksi dengan DNA atau asam nukleat berakibat kerusakan yang dapat memacu timbulnya kanker. Ini telah dibuktikan melalui penelitian yang menggunakan bakteri, binatang dan kultur tanaman. Selain itu, adanya oksidator atau peroksida dalam tubuh dapat meningkatkan kadar Ca++ bebas intraseluler yang dapat menstimulasi enzim protease dalam memecah metaloprotein. Pemecahan ini menyebabkan ketersediaan zat besi (Fe2+) bebas sehingga memacu terjadinya reaksi fenton, menghasilkan radikal OH- yang sangat berbahaya.
ROS dalam tubuh terbentuk setiap saat oleh Karena itu juga memerlukan antioksidan secara terus-menerus baik untuk mengikat ROS atau untuk proses repair. Diperkirakan setiap harinya (teoritis) , DNA mendapatkan serangan (pukulan) dari ROS sebanyak 1,5 x 105 kali atau dapat mencapai 1019 pukulan per individu. Salah satu marker untuk mendeteksi adanya kerusakan DNA adalah dengan mengukur adanya 8-hidroksi deoksiguanosin (8-OH-G). zat ini merupakan hasil reaksi oksidasi basa purin penyusun DNA (guanin) dengan radikal hidroksil (OH*).
Oksidasi pada basa purin mempunyai konsekwensi yang besar. Pada kondisi normal, guanin akan berikatan dengan sitosin melalui 3 ikatan hydrogen, sedangkan bentuk teroksidasi (8-OH-G) berikatan dengan adenine melalui 2 ikatan hydrogen. Jika kesalahan ini tidak dapat diperbaiki, kesalahan pasangan ini akan menyebabkan kesalahan sintesis DNA berikutnya. kesalahan sintesis DNA yang berlanjut dapat menyebabkan mutasi yang pada akhirnya merangsang timbulnya tumor.

3.      Reaksi dengan lipid
Membrane sel merupakan lipid bi layer yang tersusun dari asam lemak dengan protein tertanan atau tersebar secara mosaic. Agar berfungsi dnegan baik, membrane sel harus fluid (penyusun bergerak bebas). Fluiditas membrane sel sangat tergantung oleh PUFA (poly unsaturated fatty acid).
PUFA mempunyai ikatan rangkap lebih dari satu yang menyebabkan rentan terhadap serangan radikal bebas. Reaksi PUFA dengan radikal bebas akan mengalami peroksidasi dan  terbentuk radikal bebas baru yang lain. Prinsip reaksi radikal bebas dengan senyawa lain adalah, jika senyawa radikal bebas bereaksi dengan senyawa non radikal akan menghasilkan senyawa radikal bebas baru yang reaktifitasnya lebih rendah atau lebih tinggi. Inilah sebabnya, mengapa pada reaksi antara radikal bebas dengan PUFA dapat terjadi reaksi berantai.
CH2 – C - CH2 – OH + OH* - CH2 - C*- CH2 – O- + H2O
(reaksi inisiasi atau abstraksi H+)
Atom C* (C radikal ) dalam PUFA akan bereaksi dengan O2 yang terlarut dalam membran, terbentuk radikal peroksil.
Lipid radikal (R*) +O2 →ROO* (peroksil) oksigen up take
Radikal peroksil sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan PUFA disekitarnya sebagaimana reaksi pada inisiasi, reaksi ini disebut propagasi.
ROO* + Lipid-H → ROOH + R* (lipid radikal baru)
(hidroperoksi lipid)
Reaksi di atas akan berulang sehingga terjadi reaksi berantai. Karena ROOH lebih hidrofilik dibandingkan dengan asam lemak, maka zat ini cenderung bermigrasi ke permukaan membran sel, (ingat struktur lipid bi layer, bagian /sisi luarnya lebih polar). ROOH mudah mengalami dekomposisi menghasilkan antara lain malonil dialdehid (MDA), 4-hidroksinoneal (4-HE), dan senyawa aldehid lain yang bersifat merusak membrane sel.
4.      Reaksi dengan karbohidrat
Radikal OH* dapat bereaksi dengan karbohidrat  yang terdapat pada struktur DNA. DNA adalah polimer yang tersusun dari basa purin atau purimidin, fosfat dan gula ribose. Reaksi radikal bebas dengan gula menghasilkan bemacam-macam senyawa yang bersifat mutagenik.
D.    ANTIOKSIDAN
Antuioksidan adalah zat yang memperlambat atau menghambat stress oksidatif pada molekul target. Antioksidan melindungi molekul target antara lain dengan cara :
-          Menangkap radikal bebas dengan menggunakan protein atau enzim (sebagai katalis) atau bereaksi langsung.
-          Mengurangi pembentukan radikal bebas dengan merubahnya menjadi radikal bebas yang kurang aktif atau merubahnya menjadi senyawa non radikal (SOD, GSH-Px/glutation peroksidasi, katalase).
-          Mengikat ion logam yang dapat menyebabkan timbulnya reaksi fenton yang menghasilkan radikal bebas (seruloplasmin, transferin).
-          Melindungi komponen sel utama yang menjadi sasaran radikal bebas (Vitamin E dan C, sebagai donor electron).
-          Memperbaiki target organ dari radikal bebas yang telah rusak.
-          Menggantikan sel yang rusak dengan sel baru (protease, fosfokinase).
Dengan demikian antioksidan merupakan senyawa yang sangat luas dan banyak. Antioksidan digolongkan menjadi antioksidan enzimatik (intraseluler) dan non enzimatik (ekstraseluler).
1.      Antioksidan enzimatik
termasuk golongan ini adalah SOD,GSH-Px dan katalase.
a.       SOD
Ada tiga jenis SOD yang diketahui, dua diantaranya terdapat pada manusia, yaitu CuZnSOD dan MnSOD, sedangkan Fe-SOD tidak terdapat pada manusia. CuZnSOD terdapat di reticulum endoplasma,nucleus, dan peroksisom sedangkan Mn-SOD terdapat di mitokondria. Logam Cu+ sebagai katalisator sedangkan Zn++ diperlukan sebagai stabilisator enzim. Fungsi SOD untuk mempercepat dismutasi O2*-. Dan menjaga keseimbangan antara jumlah O2*- dan pembentukan H2O2.
Jika SOD terlalu banyak, H2O2 yang terbentuk dapat terlalu cepat dibandingkan peruraiannya oleh katalase ataun peroksidase akibatnya potensial menghasilkan radikal OH*, begitu juga kalau kekurangan. Kekurangan SOD akan terjadi akumulasi O2*- yang dapat mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+, adanya ion ini akan memacu reaksi fenton.
b.      GSH-Px
Glutation peroksidase mengoksidasi substratnya (GSH) melalui H2O2 menjadi GSSH (glutation teroksidasi).
H2O2 + 2 GSH →GSH-Px GSSG + 2H2O
GSH-Px mempunyai aktivitas yang tinggi di hepar, aktivitas sedang di jantung, paru-paru, dan otak sedangkan aktivitas rendah di otot. Akumulasi GSSH dapat bersifat toksik karena dapat menginaktivasi sejumlah enzim, dan dapat berikatan dengan protein membentuk protein disulfit (protein-S-S-G). pada sel normal, ratio GSH/GSSG harus dijaga tetap tinggi, untuk itu harus ada mekanisme reduksi GSSG kembali ke GSH. Perubahan ini memerlukan katalisator enzim glutation reduktase melalui rekasi sebagai berikut :
            GSSG + NADPH + H+ è 2 GSH + NADP+
c.       Katalase
Katalase merupakan suatu enzim yang besar, mengandung 4 protein sub unit, yang masing – masing mempunyai haem – Fe3+. Katalase berada diperoksisom pada hampir semua jaringan mamalia. Namun di otot jantung kemungkinan juga terdapat pada mitokondria.
Semua sel aerobik mempunyai aktifitas katalase di eritrosit dan sel hepar. Enzim ini mengkatalisis peruraian peroksida menjadi air dan oksigen.
2H2O katalase      2 H2O + O2
      Peran ini sangat penting karena H2O2 sangat berbahaya bagi kehidupan sel, baik dalam bentuknya atau setelah mengalami perubahan menjadi radikal OH*. Katalase mempunyai kapasitas yang sangat besar menguraikan H­O2 ­permolekul enzim tiap menitnya. Tetapi karena afinitasnya yang rendah terhadap H2O2 , maka hanya akan bekerja kalau konsentrasi H2O2 cukup tinggi.
2.      Antioksidan Non Enzimatik atau Ektraseluler
Banyak sekali jenis antioksidan ektraseluler, antara lain : vitamin E, vitamin C, beta – karoten, glutation, ceruloplasmin, albumin, asam urat, dan selenium. Cairan ekstraseluler ( plasma darah, limpa, paru – paru, otak, dan persendian ) mempunyai antioksidan yang bersifat polar dan non polar untuk melindungi komponennya. Antioksidan yang sangat penting adalah vitamin C dan E. Vitamin C untuk melindungi bagian yang polar dan vitamin E untuk melindungi bagian yang non polar. Berikut pembahasan kedua antioksidan non enzimatik tersebut.
a.       Vitamin C
Vitamin C dalam cairan ektraseluler sangat baik berperan sebagai scavenger terhadap beberapa radikal bebas, seperti : O2­­*-, radikal thiil ( SH*), OH*, dan meregulasi radikal bebas melalui perannya sebagai donor electron. Hilangnya 1 elektron dari vitamin C menyebabkan terbentuknya semidihidroaskorbat yang akan teroksidasi menjadi dihidroaskorbat. Oleh enzim dehidroaskorbat  reduktase, bentuk teroksidasi dari vitamian C ( dehidroaskorbat) kembali kebentuk aslinya ( tereduksi ), yaitu asam askorbat.




b.      Vitamin E
Vitamin E merupakan antioksidan non polar yang sangat penting untuk menghambat pertoksidasi lipid. Penghambat peroksidasi lipid terjadi karena kemampuan vitamin E bereaksi dengan radikal peroksil dan alkoksil ( ROO* dan RO* ) lebih cepat dibandingkan reaksi radikal tersebut dengan PUFA. Melalui pemberian 1 ion H+ dari vitamin E terhadap ROO* dan RO* terjadi hambatan peroksidasi lipid ( reaksi berantai ). Dengan alas an ini, vitamin E sering disebut sebagai chain breaking antioksidant.
ROO* + Vit E è ROOH + radikal Vit E
RO* + Vit E è ROH + radikal Vit E
Radikal vitamin E tidak cukup reaktif untuk mengabtraksi ( menarik ) ion H+ dari PUFA, sehingga akan menghentikan reaksi berantai. Electron yang tidak berpasangan pada radikal vitamin E akan mengalami delokalisasi pada struktur aromatiknya dan meningkatkan stabilitasnya. Dalam tubuh ada mekanisme untuk meregenerasi radikal vitamin E menjadi vitamin E lagi yang melibatkan peran vitamin C.  





















BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Radikal bebas mau atau tidak mau akan terus menyerang anda tanpa pernah beristirahat. Serangan radikal bebas baik dari dalam maupun dari luar tubuh sama bahayanya jika telah bertemu dengan enzim atau asam lemak tak jenuh ganda. Karena serangan itu merupakan awal dari kerusakan sel.
Tetapi anda tidak harus takut sepanjang hidup karena anda telah mempunyai obat yang mujarab untuk mengatasinya yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan kaya akan antioksidan. Dan pasokan antioksidan tersebut saya pikir selalu ada di meja makan anda setiap harinya.












BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1)      http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_E, diakses pada tanggal 26 april 2012, pukul 14.00 WIB
2)      http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/antioksidan-alami-di-sekitar-kita/, diakses pada tanggal 26 april 2012, pukul 14.00 WIB
3)      http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_C, diakses pada tanggal 26 april 2012, pukul 14.00 WIB
4)      priyanto, toksikologi edisi II. Leskonfi, 2010



























LAPORAN TOKSISITAS RADIKAL BEBAS
MATA KULIAH
TOKSIKOLOGI






Kelas 6 A
DISUSUN :
Muhammad Fuad Al-Israry
Riki Subagja
Regiana I.S
Yulistia H.
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2012

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment